Jumat, 07 September 2012

SABDA ALAM


Gunung berapi meluapkan amarah membakar dendam
Taufan meniupkan fitnah menerbangkan kepercayaan
Banjir menggenangi hati menghanyutkan cinta
Gempa bumi mengguncang jiwa merubuhkan kesetiaan
Tsunami menerjang kebenaran menghempaskan kenyataan meninggalkan kebohongan
Teduhlah seteduh Rimba Tropis
Tegarlah setegar Himalaya
Perdalamlah bijak sedalam Atlantik
Berpikirlah jernih sejernih embun pagi
Bersinarlah terang seterang mentari
Tersenyumlah indah seindah purnama
Jangan bekukan hatimu sebeku Antartika
                       Jangan keringkan semangatmu sekering Sahara

SURAT BUAT KEHENINGAN


Kepada yang diam ….
Tolong beri aku jalan
Ketika nafasku mulai sengal
dan peluhku mulai mengucur
Kenapa tak kau biarkan 
kulewati aral Sedang kau tetap diam
Dalam keheninganmu sendiri
dan ketika aku ingin mulai merangkak lagi
          Kepadamu kesunyian ….
          Mengapa tak ada sama
          Dan mengapa selalu jatuh
          Padahal itu bukan sesuatu yang berarti
          Yang penuh teka-teki
          Hanya sepenggal tanya
          Yang munkin tak butuh jawaban
Padamu keheningan
Sampaikan salamku
Kepada kegaduhan
Agar aku tak terderai dalam sepi
Tinggalkan saja aku
Karena tidak ada lagi yang kuperlukan darimu.

Di Tanah ini aku Lahir


Di tanah ini aku lahir

Di mana  rumah­-rumah meninggikan pagar

Karena takut tetangga bertandang

Di mana dapur-dapur menutup jendela

Karena takut si miskin mencium aroma masakannya

Di mana orang-orang tidur dengan kelambu baja

Karena takut sanak saudara datang menikam


                        Di tanah ini aku lahir

                        Di mana waktu melahap masa

Si miskin tersingkir,

Sang raja tersangkar,

Pahlawan tersungkur

Hawa busuk menusuk nurani, menghimpit hati

Jentaka persada mengeruk asa

Pujangga mencuri ilham

Bocah-bocah bermain belati

Karena kiamat telah di sudut mata


Di tanah ini aku lahir

Langit selalu sendu

Gunung selalu biru

Hujan selalu rindu

Angin membawa madu

Mentari menyiram rahmat

Laut bersedekah

Hutan beramah tamah


Tanah sesuci surga,

Karena di sinilah aku lahir

JENAKA DALAM DUKA

adakah sebuah jenaka saat kolam kesedihan meluap?
bisakahkah menuai derai tawa dalam derai air mata?
mungkinkah kesenduan mata mengiringi lengkungan senyum ?
dapatkah bahagia menyeruak di dalam derita?
   semua ada
   semua bisa
   semua mungkin
   semua dapat.
Apa yang terjadi bilan jenaka dalam duka?
coba lihat mendung yang dengan petir yang menggelegar
akan indah rasanya jika secercah mentarai menyingkap tabir mega mendung.

Jumat, 02 Desember 2011

Inikah Tanah Airku?

Kerontang berjalan mundur
Hujan dan angin berpacu meninggalkan kami
Satu persatu kami roboh meregang nyawa kehausan
Terjerat kerongkongan oleh sebilah belati panas
Leler mengucur menghanyutkan letih
Menunggu malaikat maut terkekek menyindir
Tiba-tiba kami melihat sebuah celah untuk bernafas
Namun, ah …. itu hanya fatamorgana
Takut, bekal kami belum siap
Rengsa melihat sanak renggut milik saudara
Angkat diri pun tak sanggup
Tangan menggenggam dendam, mulut mengulum dusta
Berbagai baju dipakai berbagai jalan disusur
Akal maya bekerja, Jimat ….. Jin … Jelangkung ….
Ada lagi yang lain,
Dengan tubuh dekil dan rambut terurainya
Sendiri bersalam, seorang bertepuk
Tertawa dan menangis berbaur saling bercengkrama
Takut bayangan sendiri akan menikam
Mengiris nadi, menampar pipi, berontak, teriak
Berharap tangan-tangan kekar itu lepas
Menutup kuping atas nasehat, lalu seorang dengan baju putihnya mendekat
Segera ia meringkuk, gemetar…. Lalu kembali teriak
Pergi ……. !, pergi ……… !
Orang berbaju putih itu merapat, lalu mencambuk berkali-kali
Kemudian teriaknya, “pasung dia !”
Kembali kami riuh, menangis sejadi-jadinya
Berharap hujan kembali turun untuk membasuh kami
Tapi hanya terik yang mampir ….
Sambil membawa racun yang dicekokkan ke mulut kami
Asap hitam memperkosa nafas kami membawa hawa kematian
Mengundang lalat berpesta di atas bangkai bayi-bayi kami
Semetara kami yang lain hanya apatis dengan fikiran bahwa ini bukan salah kami
Lalu kami bertanya, inikah cobaan-Mu ?
Atau kutukan bagi kami, Sang Pendosa!!!!

PUJA PUJI UNTUK DIA



Aku mencintainya, sungguh sangat mencintainya
Bila antara dia dan aku dibangun hijab, aku pasti sedih
Bila antara dia dan aku digali sebuah jurang, aku pasti jatuh
Bila antara dia dan aku  tumbuh belantara, aku pasti tersesat.
Aku merasa sepi….Tak ada tawa, hanya kebosanan
Tak ada percaya diri, hanya kebingungan
Rasanya aku takkan dapat berdiri tanpa uluran tangannya
Mungkin dialah karunia terbesar yang diberikan Tuhan padaku
Mungkinkah juga dia berpikir demikian ?
Atau cintaku bertepuk sebelah tangan ?
Beberapa orang berkata darah lebih kental dari air
Tapi air ini bahkan lebih merah daripada darah
Apakah dia juga menganggapku sebagai darahnya ?
Atau hanya sebagai air comberan ?
Aku selalu memandangnya sebagai sebatang padi
Apakah dia memandangku sebagai padi ? pasti tidak
Atau mungkin dia memandangku sebagai benalu ?
            Ah….. tidak !
            Bagaimana mungkin aku berpikir dia akan berpikir seperti yang kupikirkan
            Padahal aku begitu mencintainya
Begitu mengaguminya…..
Dia idolaku, bahkan melebihi Madonna
Bahkan aku rela menjadi bayangannya
Di mataku dia begitu mulia
Bahkan lebih suci dari seorang wali
Dia selalu memperlihatkan keajaiban kepadaku,
Dia juga yang meniupkan semangat kepadaku,
Dia yang selalu ada untukku, kapan dan di mana pun
Ketika orang-orang meragukanku, dia mendukungku
Dan ketika orang-orang berusaha menjatuhkanku
Dia menarikku sambil berkata “pegang tanganku”
Namun uluran tangan itu justru tak pernah kulepas
Seakan aku telah dimanjakan dan terperangkap dalam ketidakberdayaan
Bila nanti aku sudah tua, berkeriput dan ompong
Aku ingin dia dan aku tetap seperti ini
Aku ingin cintaku tak berubah padanya
Walau nanti banyak yang meminta cintaku
Namun untuk dia selalu kusediakan ruang
Yang selalu kubersihkan dan kurapikan
Agar dia betah bersamaku.
Hmmmmm….. apakah ini tidak terlalu berlebihan ? sepertinya tidak !

Kamis, 01 Desember 2011

BED TIME STORIES "Sang Lebah Kecil"


P
ada suatu ketika. Datang seekor lebah kecil ke sebuah kolam. Lalu ia menemui sang katak yang duduk di atas daun teratai, dan ia berkata “hai, katak! siapakah yang paling kuat di dunia ini?”. Katak itu berkata mengapa kau ingin mengetahuinya?” Lebah itu berkata “Aku ingin menjadikannya sahabatku.” Mataharilah yang paling kuat. Sebab ia dapat membuat kolam kami ini menjadi kering dengan cahaya panasnya.” kata sang Katak. Lalu terbanglah lebah kecil itu mendekati sang Mentari. Lalu ia bertanya : Apakah Kau yang paling kuat di bumi ini ?. Matahari menjawab “Ya… akulah yang paling kuat.”. “Wah, izinkah aku jadi temanmu ya? Kata si lebah kecil .” Tak lama kemudian gumpalan awan datang dan menutupi sang mentari. Maka, takjublah sang lebah kecil. “Wow, kau sangat kuat, awan. Kau dapat menyingkirkan kuatnya cahaya sang matahari.” Awan pun berkata “Ya, tentu saja, Sebab akulah yang paling kuat di bumi ini.”  Namun tak lama pun kemudian. Sang angin menghembuskan tiupannya, dan sirnalah sang awan. “makin takjublah si lebah kecil ini. “Kau…! Kau… lah yang paling hebat di bumi ini. Kau dapat menyingkirkan awan yang sok itu!. Sang angin pun berkata sambil tersenyum. “Tidak, Aku datang karena sang hujan yang menyuruhku.” Lebah kecil berkata “Jadi, hujan lebih hebat darimu?”. Awan menjawab “Ya, dia yang menyuburkan bumi ini, dialah yang paling hebat.”

D
engan wajah berseri-seri, lebah kecil menemui Sang hujan. “Hei hujan kau adalah yang paling kuat di bumi ini. Izinkan aku menjadi temanmu. Lalu dengan bijak hujan berkata “kalau kau mencari teman yang paling kuat, maka carilah sang katak, sebab ialah yang membuatku datang dengan nyanyiannya.” Sang lebah pun bingung dan berkata “ benarkah? Tapi sang katak berkata bahwa  yang paling kuat adalah matahari.” “Memang, kita tidak akan menyadari kelebihan kita jika kita selalu mengagung-agungkan kelebihan orang lain., oleh karena itu kau harus percaya pada dirimu dan kemampuan yang kau punyai.” “Tapi aku hanya seekor lebah kecil, apa yang dapat kulakukan?. tanya  si lebah kecil. Hujan berkata “Tahukah kau?... kaulah yang membuat bunga-bunga di bumi ini dapat mekar,  engkaulah yang membuat bunga berkembang menjadi buah, engkaulah yang membuat hutan-hutan menjadi hijau, sehingga bumi ini menjadi indah. ” Mendengar hal tersebut, senanglah hati lebah kecil ini. Ia pun terbang kembali ke sarangnya dengan perasaan bangga.


Adik-adik, apa makna yang kau ambil dari BED TIME STORY “Sang Lebah Kecil” di atas?






            Written by : Fahry bin Nurdin