Rabu, 30 November 2011

Ratna di Ambang Senja



Jelang Ratna di ambang senja
seperti memegang bola api
Seperti  berpijak di Sahara
Ini  bukan  bigami, apalagi  birahi
Sekedar  menenun  satin  menjadi  antalas
          Lalu  kumulus  pun   menumpuk
          Membentuk  klaver  di  sudut  hati
          Mencoba membungkam labiumku yang labil
          Juga klarinet dan klavikor yang menjelentik
          Mengeluarkan suara disonansi
          Dan jejal otak yang berkutat
          Berusaha keluar dari labirin
          Yang kutahu akan membuatku distal
Kocoba lari ke Indraloka
Meminta suaka pada sang Indra
Tapi di sana hanya ada sang maestro
Yang juga tercekat oleh syair pujangga
Tanpa bisa beralibi atas insiden cinta
Lalu kucoba membelot ke neraka
Beraliansi dengan sang Ifrit
Memintaskan jalanku pada deteriorasi
Namun di gerbangnya aku pun insyaf, lalu kembali
          Kucoba berpaling padaku sendiri
Dan kulihat Ratnaku di sini
Dengan wajah sendu kelana
Terlihat jelas visi yang begitu ekspresif
membayang dalam refleksi intuisiku

PUISI YANG KUABAIKAN

Bercerita diriku pada sang waktu
tentang setiap kisah yang kuperankan dalam hidupku
tentang kisah orang-orang di sekelilingku
tentang gejolak yang melanda negeriku
tentang bencana yang mengoyak tanah airku
tentang alam yang selalu agung di mataku
bagaimanapun ia telah diperkosa oleh keserakahan manusia
tentang hingar bingar hiburan urbanisme
yang selalu menyamarkan neraka dalam rupa nirwana
lalu bertahun-tahun telah berlalu...
tanpa sadar aku masih disini, terjebak oleh perangkap sang waktu
terpasung dalam dimensi kehampaannya...